15 September 2015

SETELAH BTPN MENYENTUH MEREKA


Usaha keluarga, kegiatan sampingan, atau bisnis kecil-kecilan, yang tadinya hanya sebagai pengisi waktu luang, kini menjadi usaha produktif yang mendatangkan profit. Itu terjadi setelah “berkenalan” dengan program Daya BTPN.

KETIKA sedang berkeliling mengunjungi both-both peserta Indonesia Banking Expo (Ibex) 2015 di aula Jakarta Convention Center (JCC), Rabu,10 September 2015, langkah Presiden Joko Widodo terhenti, persis di depanbooth Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Sigit Pramono, Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) dan Maryono, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) yang juga Ketua Steering Committe Ibex 2015, beserta rombongan Presiden yang akrab disapa Jokowi itu, pun turut berhenti.

“Pak Jokowi, masih ingat saya ndak?” celetuk seorang wanita dengan logatmedok Jawanya, yang secara spontan menghentikan langkah rombongan Presiden. 

Sambil mengernyitkan dahi, Jokowi memperhatikan raut muka wanita berjilbab coklat muda itu, dan tak selang lama senyumnya merekah. “Kamu Ery, yo,” respon Jokowi sambil menerima uluran tangan wanita yang kemudian diketahui bernama Yulia Ery Tertiana (54 tahun) itu.    

Enjih, Pak Presiden,” jawab Ery, panggilan wanita yang ternyata adalah teman seangkatan Jokowi saat sama-sama menempuh pendidikan di SMA Negeri 6  Solo, Jawa Tengah, itu.

Setelah “reuni” dadakan selama 2-3 menit, dan tak lupa selfie—menenuhi permintaan Ery, Jokowi melanjutkan langkahnya, meninggalkan area pameran inovasi banking terbesar di Indonesia yang digelar tanggal 10-12 September 2015 itu. Sementara, Ery kembali ke stand-nya, both BTPN, menjaga barang dagangannya, aneka cenderamata dari tembaga, seperti keris, miniatur sepeda dan becak, dan pernik-pernik lainnya. 

“Saya teman seangkatan (Jokowi) tahun 1980, tapi beda kelas,” tutur Ery, yang tak henti-henti menjawab comment teman-teman Facebook-nya, sesaat setelah foto “Reuni Dadakan dengan Jokowi” di-upload ke akun media sosial miliknya.

Ery tak menyangka bisa ber-selfie ria dengan Jokowi, meski sejak awal keikutsertaannya meramaikan ajang Ibex 2015, sudah mendengar kabar kalau Presiden akan hadir sebagai keynote speech di acara yang diikuti oleh industri perbankan, vendor IT, dan perusahaan telekomunikasi itu. 

Ery hadir di acara Ibex 2015 sebagai salah satu dari beberapa nasabah binaan BTPN yang diikutsertakan dalam acara tersebut. Setidaknya, ada 11 kelompok nasabah binaan BTPN yang difasilitasi oleh bank yang fokus di segmen mass market itu untuk ikut meramaikan Ibex 2015. Tak sekadar datang, ke-11 kelompok nasabah dari berbagai daerah itu masing-masing membawa barang dagangannya. Ery, misalnya, membawa beberapa keris dan miniatur sepeda serta becak, dari kota asalnya, Solo. 

Sejak tahun 2007 Ery sudah menjadi nasabah BTPN. Awalnya, usaha produksi cenderamata berbahan tembaga itu adalah usaha keluarga yang turun-temurun. Keris, baik sebagai cenderamata maupun keris pusaka, adalah dagangan utama keluarga. Namun, kemudian berkembang tak hanya memproduksi dan menjual keris, tapi juga miniatur.

“Apalagi setelah menjadi nasabah BTPN, kita mendapatkan berbagai pembinaan usaha,” ungkap wanita kelahirann Solo, 15 Juli 1961, itu. Kini, dia membuka tiga kios cenderamata di Pusat Cenderamata Alun-alun Solo Utara, Blok D-E-F. Omzet usahanya mencapai Rp25 juta per bulan.

Selain Ery, ada juga H. Rumindah, nasabah BTPN yang juga perajin tenun songket Sasak. Pria kelahiran Lombok Tengah, 31 Desember 1952, itu  datang ke acara Ibex 2015 dengan membawa aneka kain tenun songket asli Lombok. Kain tenun songket motif “Subahnale” adalah produk andalan Rumindah.

Meski baru beromzet Rp5-10 juta per bulan, Rumindah mengaku sangat bangga, senang, dan bahagia, masih bisa produktif di usianya yang ke-63 pada Desember mendatang. Awalnya, usaha membuat kain tenun hanya kegiatan sampingan, seperti warga kebanyakan di daerahnya. Di desanya, membuat kain tenun adalah kegiatan turun-temurun warisan leluhur yang dilakukan di saat tidak bertani atau berkebun.

Setelah purna tugas sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada Januari 2013 silam, meski waktu luang Rumindah semakin banyak, kegiatan menenun masih tetap sebagai kegiatan “alakadarnya”. Padahal, sejak 2009 hingga 2012, kampungnya menjadi kampung binaan Bank Indonesia (BI), khusus dalam kegiatan menenun, serta memelihara sapi dan kambing. 

 “Perkenalannya” dengan BTPN—karena memilih bank tersebut sebagai tempat mengambil dana pensiun—mengubah jalan hidup pria yang jabatan terakhirnya sebagai Kepala Dinas Tata Kota Lombok Barat itu. Perhatian yang besar dari BTPN membuatnya “terpaksa” serius menjalani usaha yang awalnya “alakadarnya” itu.

“Saya merasa sangat diperhatikan. Mereka membantu menjualkan kain tenun saya . Menanyakan setiap saat bagaimana perkembangan usaha saya. Malu rasanya kalau saya tidak serius menjalani usaha ini,” ungkap Rumindah, serius. “Ini saja (hadir di Ibex 2015), saya tidak keluar apa-apa, semua ditanggung BTPN,” tambahnya, haru. Bola matanya berkaca.

 Tak hanya Rumidah dan Ery, nasabah BTPN yang merasa “diwongke” oleh bank yang menjadi mitra setianya itu. Di acara Ibex 2015, ada juga Taryat, perajin kue coklat dari Ciomas, Bogor; H. Tabroni, perajin manisan buah dari Cirebon; Basrial Bahar, perajin tenun songket asal Sawahlunto, Sumatra Barat; dan komunitas batik Cirebon dari berbagai daerah. Mereka mengaku, merasa lebih berarti dan produktif, setelah mendapatan “sentuhan” program Daya, sebuah program mulia untuk memberdayakan mass market secara terukur dan berkelanjutan . (*)