20 Desember 2019

Bisnis Fashion Big Size, Adam Abdullah Membuktikan Ukuran Besar sama dengan Kesempatan Besar


Adam Abdullah dengan bisnis Wah Gede Banget (WGB) yang mengusung fashion big size menggebrak dunia fashion sekaligus mematahkan anggapan masyarakat bahwa tampil modis dan keren hanya milik kaum regular size. Sejak dirilis tahun 2014 dengan modal awal Rp5 juta, saat ini total aset yang dimilikinya mencapai Rp1,8 milyar dengan omzet mencapai 400 juta per bulannya.

 

Kesulitan Mendapat Baju Sesuai Ukuran, Adam Membangun Bisnis Fashion Big Size

Berkarier di dunia perbankan, Adam mengaku dituntut untuk selalu berpenampilan menarik karena sering bertemu mitra. Sementara, dengan postur tubuh big size, berpenampilan menarik justru menjadi tantangan tersendiri baginya. “Susah cari baju yang ukurannya sesuai, di mall rata-rata ukuran XL atau XXL sudah paling besar”. 

 

Memiliki ketertarikan terhadap fashion, membuat Adam suka membaca tentang fashion. Dari sanalah ia mendapat inspirasi desain baju yang ia buat sendiri, mulai dari bahan seperti apa yang akan digunakan, mix and match, sampai gambaran bajunya akan jadi seperti apa. 

 

Beberapa kali memakai baju-baju hasil desainnya ke kantor, ternyata banyak teman kantor yang suka. Malah banyak yang tertarik minta Adam untuk membuatkan baju untuk mereka. “Teman-teman tanya, bajunya beli dimana. Saya bilang ini baju hasil buatan sendiri. Mereka tertarik mau dibuatkan juga, terutama teman-teman sesama big size,” ujarnya. Menurut Adam, ia bersedia membuatkan baju untuk teman-teman karena merasa ada kepuasan tersendiri melihat orang lain memakai baju hasil desainnya. Ia bahkan tidak mengambil untung, hanya dibayar sesuai harga modal bahan dan ongkos jahit saja.

 

Tak hanya sekali dua kali, teman-teman akhirnya pesan lagi dan pesan lagi. Saat itulah Adam merasa produksi baju big size bisa dijadikan bisnis. Meski belum memutuskan untuk beralih sepenuhnya ke dunia bisnis, pada tahun 2014 pria kelahiran 1985 ini yakin untuk mulai membangun bisnis ditengah kesibukannya sebagai karyawan.

Dengan modal awal Rp5 juta, Adam membeli bahan yang kemudian dijahit dengan desain-desain yang memang sudah ia bayangkan sebelumnya. Dengan bahan tersebut, ia menghasilkan sekitar 3 sampai 4 lusin baju pria. “Khusus produksi baju pria saja, karena saya merasa tidak ada passion untuk membuat baju dengan style perempuan,” ungkapnya. Baju-baju tersebut ditawarkan ke teman-teman kantor dan hanya laku sebagian saja waktu itu. Untuk menjual sebagiannya lagi, Adam memutuskan mencoba memasarkan melalui Instagram. Benar saja, animo masyarakat luar biasa. Apalagi saat itu memang momentumnya menjelang lebaran. Sisa stok yang ada ludes dalam waktu 2 minggu saja. Ia pun semakin bersemangat dan yakin bisnis fashion di lini big size memang menjanjikan.
 

Wah Gede Banget, Merek Unik yang Dipilih untuk Bisnis Fashion Big Size  

Menurut Adam, saat membuat akun Instagram untuk memasarkan produknya, ia sudah berpikir membuat akun khusus menggunakan merek yang sekiranya menarik dan mudah diingat orang, alih-alih menggunakan akun pribadinya. Wah Gede Banget (WGB) adalah merek yang ia pilih yang diyakini mewakili produknya yang memang fokus kepada baju-baju big size dengan standar ukuran internasional dari XL sampai 6XL. 

 

Meski belum dijalankan dengan serius karena masih disibukkan dengan rutinitas sebagai karyawan, sejak awal dibangun, sistem keuangan WGB memang sudah diupayakan serapi mungkin. Setiap transaksi penjualan dicatat, siapa yang beli, produk apa yang dibeli, termasuk pencatatan modal, biaya-biaya yang keluar sampai keuntungan yang diperoleh.

 

Pada tahun 2015, antusiasme masyarakat terhadap produk WGB semakin meningkat. Omzet yang diperoleh mencapai 80 juta rupiah per bulan, bahkan 100 juta rupiah menjelang lebaran. Dari omzet tersebut, keuntungan yang diperoleh tidak pernah digunakan untuk hal lain, melainkan diputar lagi untuk menambah modal. 

 

Adam mulai terpikir untuk lebih serius menjalankan bisnis. Dengan modal yang sudah mencapai puluhan juta, ia mulai merasa khawatir jika tidak fokus, risiko salah langkah akan semakin besar dan uang modal bisa hilang, padahal perjuangannya luar biasa dari segi waktu ataupun tenaga. Saat itulah Adam dihadapkan dengan pilihan tetap menjadi karyawan atau fokus mengembangkan usaha.
 

Pilihan Berat antara Karyawan atau Berwirausaha

Memilih pun ternyata tidaklah mudah. Meski dari segi waktu, wirausaha relatif lebih fleksibel dibandingkan karyawan, namun dari segi finansial Adam merasa belumlah cukup. Ketika mejadi karyawan, Adam tentu memiliki gaji tetap dengan nominal yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Sementara saat itu, pendapatan dari WGB tidak menentu tergantung omzet yang didapat dikurangi biaya operasional dan modal. Hingga pada tahun 2016, hasil penjualan WGB semakin stabil. Dari omzet per bulan, prosentase keuntungan mencapai 50%. Gaji yang Adam terima dari WGB sudah lumayan meski tidak sebesar gajinya di kantor. Ia pun memutuskan untuk resign. 

 

Untuk menyiasati penurunan pendapatan tersebut, Adam memindahkan produksinya dari kost-nya di Jakarta ke rumahnya di Tangerang, untuk menekan biaya operasional. Selain itu, ia juga harus menekan gaya hidup yang ia akui sebagai tantangan terberat yang ia jalani selama 2 tahun pertama. “Ada sih keinginan travelling seperti teman-teman. Bukannya tidak bisa, tapi kalau dipaksakan akan merusak keuangan WGB. Jadi harus benar-benar bisa menahan diri dan itu tidak mudah. Biasa di atas awan, tiba-tiba harus merasa cukup di bumi saja,” akunya.
 

Tantangan dalam Menjalankan Usaha: Memilih Konveksi, Memilih Bahan Baku Kain, Kebanjiran Ide

Tahun 2016, order yang diterima WGB semakin banyak. Adam mulai mencari mitra konveksi untuk mempermudah dan mempercepat proses produksinya. Selain cari secara online melalui internet, ia juga tanya-tanya ke beberapa teman yang punya kenalan konveksi. Biasanya ia melakukan uji coba terlebih dahulu sebelum memulai kerja sama. “Uji coba dulu, misalnya saya uji coba 2 konveksi. 1 konveksi produksi kemeja, konveksi lainnya produksi kaos. Selama hasilnya memuaskan, ya kerjasamanya jalan,” katanya.

 

Pria kelahiran Tangerang ini mengatakan, menjalin kerja sama dengan konveksi tidaklah mudah. Malah, memilih konveksi yang kooperatif merupakan salah satu tantangan utama ketika ia menjalankan bisnis di bidang fashion. “Masalah dengan konveksi biasanya ada 3 hal, bahannya hilang atau terselip entah dimana, deadline waktu pengerjaan yang mundur atau waktu pembayaran. Dan itu lumrah terjadi di konveksi,” ujarnya. Untuk mengatasinya, Adam membuat perjanjian tertulis dengan pihak konveksi agar ketentuannya bisa lebih jelas dan dipahami. Seperti fee per baju, pinalti kalau penyelesaian pekerjaannya terlambat, detail pembayaran dan sebagainya. Dengan surat perjanjian tersebut, diharapkan kedua pihak sama-sama paham, aman, dan bertanggungjawab.

 

Hal lainnya yang tidak kalah menantang adalah bahan baku kain. Bahan sendiri banyak jenis dan macam warnanya. Tiap jenis biasanya memiliki karakter berbeda sehingga pengaplikasiannya pun berbeda. Ada bahan yang khusus celana atau khusus untuk baju atasan. Adam sendiri pernah mengalami salah membeli bahan di awal usahanya. “Dulu pernah salah beli bahan. Harusnya bahan untuk atasan, yang dibeli bahan celana. Untuk ukuran usaha saat itu, jumlah bahan yang salah beli lumayan banyak, jadi kita harus cari cara agar bahan yang salah beli itu tetap bisa digunakan. Asalkan bajunya laku, tidak ada masalah. Tapi akhirnya kita harus belajar untuk ke depannya lebih hati-hati memilih bahan,” kenangnya.

 

Untuk ide desain, Adam bersyukur tidak pernah merasa kehabisan ide untuk tren produk-produk terbaru WGB. Ketika melihat bahan, karakter bahannya, motif dan warna, langsung terpikir mau dibuat seperti apa. Justru karena kebanjiran ide, Adam merasa harus lebih mengendalikan diri. 

 

Jika dulu cenderung “kalap” ketika membeli bahan, kini Adam belajar mengatur rencana produksi. “Alhamdulillah, ide tidak pernah habis. Dunia fashion luas banget, perkembangannya cepat. Dari situ malah saya melihat ide-ide banyak sekali, mengalir terus. Malah suka kalap kalau lagi belanja bahan. Di mata saya, semua bagus, maunya beli semua. Sudah terbayang desainnya begini-begitu. Sekarang sih sudah lebih ter-manage. Saya buat rencana produksi selama sebulan, temanya apa, buat apa, warnanya gimana, berapa banyak. Biar belanjanya tidak over dan sesuai dengan daya jual WGB,” imbuhnya.
 

Misi WGB dalam Mengusung Fashion Big Size

Berdasarkan pengamatan yang Adam lakukan, penambahan berat badan cenderung terjadi misalnya setelah menikah, atau ketika stres. Tingkat stres yang tinggi biasanya dilampiaskan orang ke makanan, sehingga ia percaya orang dengan postur big size pasti ada. Sayangnya, jarang sekali bisnis fashion yang bisa mengakomodir kebutuhan fashion untuk ukuran mereka.  Makanya, saat ini Adam tidak hanya ingin membesarkan WGB sebagai salah satu fashion big size, tetapi ia juga ingin agar setiap orang yang memiliki postur big size bisa mendapatkan akses untuk tampil modis dan keren. Salah satunya dengan mengajak para pelaku bisnis fashion untuk terjun juga ke industri fashion big size. “Pelaku bisnis fashion biasanya membuat baju dengan regular size, WGB mau mengajak dan kasih liat bahwa industri fashion plus size itu peluangnya besar,” katanya. 

 

Ketika ditanya mengenai risiko persaingan, Adam menganggap hal tersebut tidak menjadi hal yang ia khawatirkan. “Tidak kepikiran saingan, semangatnya kan membantu orang berpostur big size di pelosok-pelosok daerah biar mudah dapat baju yang dibutuhkan dan bisa tampil fashionable juga,” katanya. Terbukti ketika ada pembeli dari Malang yang mau buka bisnis fashion big size dan menghubungi Adam untuk tanya-tanya, Adam bersedia mengajari dan menjelaskan melalui telepon atau chat. 

 

Adam juga terbuka untuk menjalin kerjasama dengan sesama pelaku bisnis di industri fashion big size. Ia mengajak mereka berdiskusi dan kolaborasi dengan memfasilitasi dalam 1 platform sebagai toko bersama agar pelanggan bisa memiliki lebih banyak pilihan. “Jadi dalam 1 toko ada beberapa merek, semacam toko retail gitu. Pilihannya jadi semakin banyak, tidak hanya WGB saja,” terangnya.
 

Toko Offline sebagai Mini Workshop

Saat ini, penjualan terbesar WGB memang melalui toko online. Namun, banyak juga pelanggan yang datang ke rumahnya untuk fitting langsung, dan melihat kondisi ini Adam merasa tempatnya kurang nyaman. Akhirnya ia menyulap lantai 1 rumahnya menjadi toko offline. Sementara lantai 2 dijadikan kantor WGB dan gudang di lantai 3. Lokasinya yang terletak di perumahan dengan jalan yang cukup luas menjadi faktor pendukung kenyamanan pelanggan yang datang. 

 

Untuk membangun mini workshop tersebut, Adam mengaku tidak menyuntikkan modal tambahan melainkan murni dari hasil keuntungan usaha WGB. Maka tak heran, jika bangunan mini workshop sekaligus kantor dan gudang tersebut merupakan salah satu aset selain kendaraan, inventaris kantor dan konveksi yang dibelinya dari pemilik yang sebelumnya menjalin kerja sama dengan WGB, dengan total aset saat ini mencapai Rp1,8 milyar.

 

Dibantu 10 orang karyawan kantor pusat dan 23 orang karyawan konveksi, kini di tahun ke-5 WGB  mampu memproduksi 3.000-4.000 potong baju per bulan dengan kisaran harga jual antara Rp160 ribu sampai dengan Rp399 ribu dan omzet mencapai Rp400 juta.
 

WGB Mendobrak Industri Fashion dengan Inovasi Desain untuk Big Size 

Untuk dapat semakin mengembangkan WGB, Adam juga mengikuti pelatihan pengembangan usaha dan juga program pendampingan bisnis yang dilakukan oleh Bank BTPN melalui program Daya. 

 

Hasilnya dapat dilihat, baru-baru ini WGB sudah membuka online shop di Malaysia. Melebarkan sayap ke negeri seberang bukan tanpa alasan, pelanggan WGB ternyata banyak juga yang berasal dari negara tersebut. Adam kemudian melakukan tinggal dan melakukan riset selama 1 bulan di Malaysia untuk mempelajari target pasar dan karakter masyarakatnya terhadap fashion sebelum benar-benar merekrut stokist dan membuat gudang di sana. 

 

Belum lama ini, WGB mendapatkan penghargaan 20 desainer terbaik dalam program Modest Fashion Founders Fund milik Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Adam menganggap ini merupakan momentum fashion big size mulai diakui dan diterima di industri fashion nasional. Tidak berhenti sampai disitu, WGB juga mengikuti event bergengsi tingkat nasional seperti Jakarta Fashion Trend 2020 yang diselenggarakan pada 11 November 2019 lalu.

 

WGB membuka jalan dan mematahkan anggapan bahwa tampil modis dan keren hanya milik kaum regular size.  Terlebih WGB melakukan inovasi-inovasi dengan motif-motif tertentu yang dianggap tidak cocok dengan postur big size dan tetap membuat pemakainya merasa PD dengan design dan warna yang menarik. Penjualan produk dengan desain tersebut sangat besar, itu membuktikan asalkan desainnya keren dan warnanya menarik, orang big size bisa tampil keren, meski dengan pola motif dan warna yang dianggap “haram”.

 

Mengenai kunci sukses WGB, Adam menekankan hal yang paling utama adalah rasa suka. “Bisnis itu yang penting suka. Kalau sudah suka, ketika menghadapi masalah kita akan berusaha cari jalan keluar untuk tetap survive,” katanya. Selain itu, pengelolaan keuangan memegang peran penting ke-2. Termasuk di dalamnya memastikan semua transaksi tercatat, dan bagaimana agar bisa menghemat biaya operasional. ”Disiplin juga hal penting selanjutnya. Menahan ego, terutama terkait gaya hidup. Itu salah satu bentuk pengorbanan kalau usahanya mau maju,” tutupnya.