10 November 2022

Erna Zurnimawati, Pengusaha Sekaligus Pemberdaya UMKM


Hobi menjahit membawa Erna Zurnimawati menjadi salah satu pengusaha sukses di bidang kerajinan batik dan tenun. Tidak hanya sukses merintis usahanya sendiri, pemilik brand Nena Collection ini juga semangat berbagi ilmu dan pengalaman dengan rekan-rekan sesama pengusaha.

 

Walaupun tidak mendalami keahlian menjahit secara khusus, namun karena tumbuh di tengah keluarga penjahit maka Erna menjadi terbiasa melihat proses menjahit, dan membuatnya tertarik untuk mencoba menjahit sendiri yang kemudian menjadi hobi.

 

“Di rumah ada mesin jahit, kan zaman dulu itu orang kampung rata-rata semua punya mesin jahit. Jadi kalau di keluarga saya, semua punya mesin jahit. Kebetulan ada keluarga yang bergerak di bidang konveksi, jadi saya sering lihat. Tapi untuk menjahit sendiri, saya coba-coba sendiri dengan mesin yang ada di rumah,” jelasnya.

 

Ikut Pameran Terbesar di Yogyakarta pada Tahun 1992

Hobi menjahit ini rupanya berlanjut sampai Erna kuliah. Meski disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, tangan terampil Erna masih bisa membuat sprei, gorden dan penutup komputer dari kain yang saat itu menarik perhatian teman-temannya. Makanya, saat ada pameran Gama Fair yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 1992, teman-teman memberi tahu Erna untuk ikut mendaftar. Erna pun setuju dan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp75 ribu untuk membuka stand bersama teman sekelasnya.

 

Untuk membuka stand tentu perlu punya produk yang dijual, apalagi saat itu Gama Fair adalah salah satu pameran terbesar di Yogyakarta. Alih-alih membuat sesuatu dari keahliannya menjahit, Erna justru teringat pengrajin gerabah yang sering ia kunjungi.

 

“Saya kan suka berlama-lama di tempat orang yang membuat gerabah. Padahal tidak kenal, tapi saya suka lihat dia mengecat, menggambar. Nah, saat ada Gama Fair, saya bilang ke pengrajin gerabah itu kalau saya mau pinjam produknya untuk di jual di Gama Fair sistem konsinyasi. Ternyata dia setuju. Heran saya, padahal tidak kenal tapi kok percaya sama saya,” kenang Erna.

 

Benar saja, kepercayaan si pengrajin gerabah ternyata lunas. Produk gerabah yang dipamerkan laku dijual. Pasca pameran, Erna mendapat pesanan 350 potong gerabah untuk keperluan souvenir pernikahan salah satu temannya.

 

Untuk desain gambar pada gerabah, Erna mengaku awalnya merasa tidak percaya diri membuat desain sendiri. Namun ia terinspirasi dari pengrajin gerabah yang sering ia kunjungi, dan meningkatkan kepercayaan dirinya untuk menggambar desainnya sendiri.

 

Kerja Kantor Nyambi Jalani Usaha Sampingan

Setelah lulus dari Universitas Islam Indonesia tahun 1996, Erna bekerja di perusahaan dengan pekerjaan yang sangat padat, sehingga membuatnya tidak banyak memiliki waktu luang.

 

Pada tahun 2000 Dan Erna menikah, dan saat itu souvenir untuk tamu undangan ia memberanikan diri membuatnya sendiri. Kemudian ada tetangga yang bantu saya bikin kebaya, yang kemudian mengajak Erna untuk bekerjasama menjalankan usaha.

 

Setelah 3 tahun bekerja, Erna pun mantap untuk menjalankan usaha sampingan dibantu tetangganya dengan memproduksi sarung bantal.

 

Menjalankan usaha sambil bekerja tentu bukan hal yang mudah. Erna harus pintar-pintar membagi waktu. Pagi sampai sore bekerja, malamnya lanjut mengurus usaha. Kala itu dalam menjalankan usahanya, Erna dibantu oleh 9 orang tetangga yang sekaligus juga karyawannya.

 

Hasil produksi dari usaha sampingan tersebut kemudian dijual dengan sistem titip ke toko-toko, menurut Erna hal ini lebih praktis karena tinggal buat lalu setor ke toko. Pertama kali, ia titip ke Sarinah Yogyakarta dan Mirota Batik. Di Mirota Batik, penjualannya ternyata luar biasa. Awalnya hanya titip 20 potong sarung bantal dengan total harga Rp300 ribu, akhirnya titip per 100 potong.

 

Pihak Mirota rupanya tertarik untuk mendapatkan lebih banyak hasil kreasi Erna dan memintanya membuat gorden, taplak meja dan kerajinan lainnya yang dipadu dengan bordir. Melihat peluang di depan mata, tentu saja Erna yang suka tantangan menyanggupi. “Mirota banyak request model, untuk memenuhi permintaan tersebut banyak tetangga yang saya ajak kerja. Semuanya ibu rumah tangga,” kenangnya.

 

Sumber foto: Koleksi pribadi

 

Erna menggabungkan tenun, batik khas Jogja dan bordir untuk menciptakan hasil kreasi yang unik etnik dan tentu saja sangat laku dipasaran. 3 tahun menjalani bekerja sekaligus menjalankan usaha sampingan, Erna berhasil memperoleh omzet yang lebih besar dari gaji yang ia terima. Makanya, ia akhirnya memutuskan untuk resign dari pekerjaannya pada tahun 2005 dan fokus mengurus usaha.

 

Selama fokus menjalankan usaha, skill desain Erna pun mengalami peningkatan meski dipelajari secara otodidak dengan mengamati produk-produk di pertokoan modern, juga mencari referensi desain di buku dan majalah. Kemudian di modifikasi dengan bahan tradisional yaitu batik dan tenun. Beberapa kerajinan batik dan tenun hasil karya Erna dapat dilihat melalui akun Instagram @nena_batik_n_craft.

 

Mengikuti Berbagai Pameran untuk Pengembangan Bisnis

 

Sumber foto: Koleksi pribadi

 

Erna tidak melewatkan kesempatan mengikuti berbagai pameran seperti Inacraft dan juga pameran produk nasabah pilihan yang diadakan di bank BTPN, selain untuk memperkenalkan produknya ke lebih banyak orang, dari pameran tersebutlah ia mendapat banyak pesanan dari berbagai daerah bahkan sampai ke luar negeri.

 

“Sejak pameran, penjualan saya bukan hanya retail, ada dari UKM juga. Jadi UKM yang belum bisa produksi sendiri, numpang produksi di tempat saya. Misalnya pelanggan di Makassar ada yang produksi tenun. Mereka mengirimkan bahannya ke saya, kemudian saya jahitkan, dikirimkan kembali sudah jadi barang jadi,” tandasnya.

 

Teman-teman Erna yang merupakan eksportir pun sering pesan produk hasil karya Erna untuk dikirim ke Spanyol dan Paris. Makanya, Erna selalu berupaya meningkatkan kualitas produknya agar tidak kalah saing dengan produk luar negeri. Erna juga mulai memiliki pelanggan tetap dari Jepang yang sampai saat ini masih bekerja sama sudah 10 tahun lebih.

 

2 kali Terpuruk Diterpa Bencana, 2 kali Bangkit
Selama perjalanan bisnisnya, Erna harus menghadapi 2 kali bencana, yaitu saat gempa dahsyat di tempat tinggalnya, Bantul, pada tahun 2006 dan pandemi COVID-19 sejak 2020.

Pada tahun 2006, Yogyakarta dilanda oleh gempa. Usaha Erna pun ikut terdampak, padahal saat itu kinerja usahanya sedang tinggi-tingginya. Meski rumah dan alat-alat menjahitnya sempat rusak, Erna merasa bahwa usahanya tidak boleh terhenti. Ia pun segera mencari rumah kontrakan dan mengamankan alat jahit yang masih bisa digunakan, sehingga 2 minggu pasca-bencana usahanya sudah mulai bergerak lagi.

Sayangnya, tetangga yang bekerjasama dengan Erna, tidak pulih secepat dirinya, akibat kerusakan yang mereka alami. Makanya, ia terpaksa melanjutkan usahanya sendirian. Hal ini sangat tidak mudah, apalagi semua modal yang Erna miliki digunakan untuk memperbaiki rumahnya yang rusak akibat gempa.

Erna juga bersemangat mengikuti program Daya dari bank BTPN berupa pelatihan pengelolaan usaha, dan juga pameran produk yang diadakan demi membangun kembali usahanya. Berkat kegigihannya, ia bahkan sempat diliput oleh media cetak nasional sebagai penerima penghargaan UKM terbaik oleh Menteri Perekonomian.

Lalu, saat pandemi COVID-19, Erna dan keluarganya sempat terpapar, sehingga ia beserta keluarga dan karyawan harus menjalani karantina. Produksi pun berhenti total hampir 1 bulan. Terlebih, toko-toko terpaksa tutup karena aktivitas dibatasi, usaha Erna otomatis ikut lumpuh.

 

Setelah pulih dan dinyatakan negatif COVID-19, Erna pun mulai mencoba aktif lagi dengan menerima pesanan 4.000 masker kain dari salah satu rekannya yang bekerja di salah satu instansi pemerintah. Saat itu, masker kain masih direkomendasikan untuk digunakan. Masker kain buatan Erna dikreasikan sedemikian rupa agar tidak hanya cantik dilihat tetapi juga nyaman dipakai dengan model duckbill 3 lapis.

Dalam sehari Erna bisa menjual 200-300 potong masker kain dengan omzet mencapai Rp90 juta per bulan. Hal ini tentu seperti rejeki nomplok ditengah pandemi, Erna lega akhirnya roda usahanya bisa berputar kembali dan gaji karyawan bisa terbayar.

 

Pengusaha yang juga Memberi Pelatihan Usaha

Berbekal pengalaman membangun usaha dari awal, dan juga mengikuti pelatihan-pelatihan pemgembangan usaha, Erna memberanikan diri menerima ajakan Disperindag untuk mengisi pelatihan mengenai kain di Banjarmasin pada tahun 2013. Ternyata hasilnya dirasa cukup memuaskan. Tahun 2014 Erna kembali diminta untuk mengisi pelatihan di Tabalong, Kalimantan.

 

Dari tidak sengaja, sampai akhirnya dipercaya mengisi pelatihan-pelatihan lainnya sampai saat ini. Untuk tahun 2023, Erna bahkan sudah dijadwalkan untuk mengisi pelatihan beberapa kota, antara lain Madiun dan Blora.

 

Menurut Erna, bertemu orang banyak dan sharing pengalaman membuatnya merasa lebih bermanfaat. Untuk mendukung proses pelatihan, ia berburu mesin jahit jadul agar bisa digunakan oleh para peserta untuk praktek. Saat ini Erna sudah memiliki 13 mesin jahit yang dengan bantuan temannya, dimodifikasi menjadi mesin jahit portable yang bisa dibawa kemana-mana. 

 

Ke depannya, Erna ingin membuka galeri untuk wisata edukasi agar orang-orang yang datang ke Yogyakarta bisa belajar membuat produk kerajinan kain yang hasilnya bisa dibawa pulang. Bisa belanja ataupun studi banding untuk lihat proses produksinya. “Saya mau buat galeri. Jadi menyatu, ada produksi, ada penjualan retail, dan pelatihan,“ tutupnya.